Kupu-kupu Kaca | Merasuki kedalaman puisi, menangkap pengalaman empirik aku lirik serta sang pemilik melalui Musik.

22:47






Ikwal  Kupu-kupu kaca yang merupakan salah satu daftar yang disuguhkan B.I.O pada album mini “Get Ska” (E.P,2011) pada dasarnya merupakan bentuk interpretasi terhadap sebuah karya puisi. Interpretasi itu sendiri dalam hal ini bisa dimaknai sebagai pemberian kesan dan pemahaman kita dalam melakukan apresiasi pada sebuah puisi karya seorang penyair yang bernama Kriapur.

Kriapur adalah sebuah akronim dari nama aslinya Kristanto Agus Purnomo, beliau lahir di Solo Jawa Tengah pada 6 Agustus 1959. Penyair yang sangat berbakat ini sayangnya meninggal dalam usia muda karena terputus oleh kematiannya pada kecelakaan lalulintas tahun 1987. “Kendaraan yang ia kendarai bersama ayahnya, terjungkal ke sungai dan diikuti oleh truk bermuatan semen yang juga ikut terjun ke air” (Aveling, 2003:190).

Buku puisi pertamanya/Mengenang Kriapur (1959 – 1987) diterbitkan setahun kemudian untuk mengenang kematiannya (DKJ, 1988). Buku kedua, Tiang Hitam Belukar Malam diterbitkan pada 1996. “Puisi baginya adalah salah satu jalan penciptaan alternatif, dunia pribadi melalui imaji baru dan tak biasa dimana yang tidak tampak menjadi tampak dan menampilkan  sebuah alternatif pada kerutinan dan realitas dunia sehari-hari yang klise, dalam hal ini Kriapur adalah penyair milik penyair, seorang  penyair sering menyembunyikan identitas individualnya.” (Aveling, 2003:192).

Tiang Hitam Belukar Malam (FSB, 1996), dari buku kumpulan puisi inilah proses awal perkenalan dengan Kupu-kupu kaca. Sekitar pertengahan tahun 2007,  tugas apresiasi sastra dari salah seorang Dosen mata kuliah membuat saya melakukan perburuan buku-buku bermuatan sastra dan secara kebetulan puisi Kupu-kupu kaca pun saya temukan pada buku Tiang Hitam Belukar Malam terbitan Forum Sastra Bandung kepunyaan Kak Rizki Sharaf yang saya pinjam dari Perpustakaan pribadinya. Tanpa bermaksud lancang pada seorang pengarang yang belum pernah berkenalan sebelumnya, kedalaman sajak Kupu-kupu Kaca mampu membius saya untuk mulai menangkap pengalaman empirik aku lirik juga sang pemilik dengan cara mengapresiasi puisi Kupu-kupu kaca  dengan musikalisasi puisi atau menyajikan puisi dengan cara  dinyanyikan atau dengan menambahkan  konten musik.

Sebenarnya hingga saat ini belum ada konvensi resmi atau kesepakatan mengenai devinisi dari musikalisasi puisi itu sendiri, namun dengan sifat puisi yang sangat ekslusif dengan  kata-kata yang karakternya berbeda dengan karakter dalam tulisan yang lain, layaklah saya sebagai pembaca mengalami kesulitan mempelajari dan memaknai puisi. Sehinggamusikalisasi puisi bagi saya merupakan salah satu cara untuk memaknainya, walau mungkin saja cara ini memunculkan pergantian arti atau juga distorsi dalam memahami puisi  .

Namun dengan  tetap menghormati puisi sebagai teks sastra, tidak bermaksud dan bertujuan mengubahnya sebagai teks lagu.  Kupu-kupu kaca tetap menjadi sebuah puisi yang utuh, hanya saja dalam hal ini, ada gagasan subjektif dengan mencoba menginterpretasikan Kupu-kupu Kaca menggunakan metode musikalisasi puisi. Sehingga terdengar dan terkesan seperti seperti sebuah  lagu. Semoga saja dari kelancangan ini semua, tetap tersirat itikad baik yang saya dan kami niatkan, agar tetap selalu bisa  mengenang – mengunjungi dan menziarahi  puisi-puisi mereka yang masih berkarya atau pun juga mereka yang telah menemukan keabadian, dengan do’a - makna juga lagu.

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images